Sabtu, 12 Oktober 2013

LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN AQIDAH



LINGKUNGAN DALAM PENDIDIKAN AQIDAH
(Studi Analisis Lingkungan Pendidikan Aqidah Islamiyah di Kalangan Pelajar SMP)

Oleh : Kasan As’ari
A.  PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
Menurut Mahmud Syaltut aqidah adalah salah satu bidang (kepercayaan) yang harus dimiliki dulu oleh seorang muslim sebelum yang lain. Kepercayaan itu harus bulat dan penuh, tidak bercampur dengan syak, ragu dan kesamaran. Untuk itu menurut Syaltut akidah hendaknya menurut ketetapan dan keterangan-keterangan yang jelas dan tegas dari ayat-ayat Al qur’an serta telah menjadi kesepakatan kaum muslimin sejak penyiaran islam dimulai.[1] Karenanya didalam struktur Islam, aqidah itu adalah dasar dan diatasnya dibangun syari’at. Sebab itu tidak ada syari’at tanpa aqidah. Maka syari’at tanpa akidah tak ubahnya bagai sebuah bangunan yang tergantung di awang-awang. Bagunan yang kuat memerlukan pondasi yang kuat dan kokoh, kalau pondasinya lemah, maka bangunan itu akan cepat roboh.[2]
Seseorang yang berakidah dengan kuat laksana sebuah pohon yang tumbuh dengan subur, akarnya terhujam kuat kedalam tanah, dahannya rindang, daunnya lebat dan buahnya banyak. Begitu juga dengan seseorang yang berakidah dengan kuat dan benar, maka akan menghasilkan akhlak yang mulia, muamalat yang baik dan ibadah yang tertib.[3]

Rabu, 09 Oktober 2013

Konflik dalam Yurisprudensi Islam (Telaah Pemikiran Noel James Coulson)

A. Latar belakang Masalah
Konflik secara etimologis adalah pertentangan faham, pertikaian, persengketaan, perselisihan. Sedangkan Konflik menurut kamus wikepedia merupakan warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan. Konflik berasal dari kontroversi pertanyaan mendasar mengenai hakikat hukum. Konflik pada dasarnya merupakan produk dari keragaman filsafat hidup dan ideologi politik di dalam peradaban Barat dan juga keragaman pandangan tentang nilai-nilai akhir dan tujuan hidup manusia. Bagi yang ingin mengantisipasi atau mungkin ingin memahami diskusi tentang konflik di dalam yurisprudensi Islam berdasarkan pemahaman konflik di atas maka sangat mungkin akan merasa kecewa, tetapi mungkin pula merasa lega. Karena yurisprudensi Islam secara prinsip tidak mengenal konflik dasar ideologi semacam itu. Islam berarti penyerahan mutlak kepada Tuhan, dan kehendak itu sendiri yang menentukan nilai akhir dan tujuan hidup manusia. Persoalan mendasar menyangkut hakekat hukum Islam telah selesai dalam arti, pengakuan tidak adanya kompromi bahwa hukum itu didasarkan pada keyakinan keagamaan itu sendiri. Hukum adalah sistem perintah yang diwahyukan Tuhan. Mengingkari prinsip ini berarti menolak keyakinan agama. Walaupun hukum di dalam Islam merupakan pemberian Tuhan, tetapi manusia yang harus merumuskan dan mempergunakannya. Tuhan yang merencanakan, manusia yang memformulasikan. Antara rencana Tuhan semula dan disposisi manusia pada akhirnya terdapat bidang aktivitas intelektual dan keputusan yang amat luas. Secara singkat yurisprudensi dalam Islam merupakan proses aktifitas intelektual menyeluruh yang memastikan dan mengungkapkan batasan-batasan kehendak Tuhan dan mentransformasikannya ke dalam sistem hak-hak dan kewajiban yang dapat diselenggarakan menurut hukum.