PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH YANG BERINTEGRASI DENGAN
PENDIDIKAN KARAKTER
SUDAH DIMUAT DI
RINDANG EDISI BULAN September 2012
Kasan As’ari*
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh beberapa pertanyaan teman-teman guru PAI
(penulisan juga sebagai guru PAI SMP), apa itu pendidikan karakter ? mengapa
harus ada pendidikan karakter ? bagaimana nanti nasib pendidikan agama, apakah
pendidikan karakter tidak akan menyerobot wilayah garapan guru agama ?. Sampai ada beberapa teman
yang menanyakan apakah saya memiliki RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran)
yang berbasis karakter ?
Berbagai
pertanyaan tersebut mengindikasikan, bahwa masih banyak guru yang belum memahami
pendidikan karakter, bahkan ketika penulis sedang diklat peningkatan kompetensi
guru PAI di Bandungan, kebanyakan guru masih berburu RPP yang berintegrasi
dengan pendidikan karakter sebagai bahan rujukan dalam pembuatan RPP
diinstitusinya.
Menurut kamus
umum bahasa Indonesia (1991:254) pendidikan berasal dari kata “didik” yang
mendapat awalan “pe” dan akhiran “an” yang berarti “hal” atau “cara” mendidik
yang berarti pula cara melakukan sesuatu, dalam hal ini mendidik. Menurut istilah
pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam mengembangkan
potensi peserta didik.
Sedangkan dalam
buku panduan pengembangan pendidikan, budaya dan karakter bangsa, karakter didefinisikan sebagai watak, tabiat,
akhlak, atau kepribadian seseorang yang
terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues)
yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir,
bersikap dan bertindak.
Jadi pendidikan
karakter bisa diartikan sebagai suatu usaha sadar dan sistematis dalam
mengembangkan potensi peserta didik agar mampu melakukan proses internalisasi,
menghayati nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul dimasyarakat
dan mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta
mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat.
Dasar pendidkan
karakter adalah UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, dalam
pasal 33 UU sisdiknas disebutkan “pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Ada 18 nilai
yang ingin dikembangkan dalam pendidikan karakter yaitu, religius, jujur,
toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial dan tanggung
jawab.
Latar belakang
mengapa perlu adanya pendidikan karakter adalah realita kehidupan masyarakat
sekarang, dimana masyarakat Indonesia banyak yang tercerabut dari karakter dan
akar budayanya. Rakyat Indonesia yang dulu terkenal santun, suka menolong, suka
bergotong royong dan ramah tamah telah berubah. Realitas di masyarakat dewasa ini
menunjukan banyak terjadi tawuran antar pelajar dan kampung, mabuk-mabukan,
pemerkosaan, pornografi, korupsi dan lain sebagainya yang menyimpang dari norma
agama dan norma-norma yang ada dimasyarakat.
Berangkat dari
hal tersebut diatas, pemerintah merasa perlu ikut campur untuk membenahi akhlak,
budi pekerti dan budaya karakter masyarkat yang sudah menunjukan gejala kronis.
Alternatif yang paling baik untuk mengatasi itu semua adalah pendidikan, karena
pendidikan dianggap sebagai senjata yang ampuh dan bersifat preventif yang bisa
diberikan kepada generasi muda sebagai tulang punggung pembangunan bangsa.
Mengapa
pemerintah memilih pendidikan karakter sebagai alternative ? apakah hal ini
berarti pendidikan agama yang selama ini mengurusi watak, perilaku dan budi
pekerti dianggap gagal, sehingga pemerintah memilih alternative lain, bukan
sebaliknya, mengefektifkan pendidikan agama yang sudah ada.
Sebenarnya
masalah moral, budi pekerti, watak dan karakter bangsa adalah masalah besar,
dan tidak bisa hanya dibebankan kepada guru agama saja. Kenyataan di lapangan,
masalah moral, budi pekerti, watak, apalagi menyangkut sikap ketaatan siswa
dalam menjalankan keyakinan agama hanya menjadi tanggung jawab guru agama. Hal
ini sebenarnya kurang tepat, karena tujuan pendidikan nasional yang pertama dan
utama adalah untuk mewujudkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia.
Pendidikan agama Islam harus
berbasis karakter
Pendidikan adalah
sebagai pembawa perubahan (agent of change) yang dilakukan melalui
pemindahan pengetahuan (transfer of knowledge) dan pemindahan nilai (transfer
of value) kepada peserta didik. Sebagai transfer of knowledge, maka
lebih dominan kepada ranah kognitif yang dicapai melalui
pengajaran/pembelajaran, sedangkan sebagai transfer of value
penekanannya dicapai melalui ranah afektif dan psiikomotor yang dicapai melalui
pendidikan dengan metode bil hal (uswatun hasanah).
Metode bil
hal (uswatun hasanah) sebenarnya telah dipraktekan beribu-ribu tahun yang
lalu oleh para ulama salaf. Sebagai contoh pendidikan Islam di pondok pesantren
, dengan kyai sebagai pendidiknya selalu menekankan pentingnya uswatun
hasanah, sehingga figur kyai sebagai guru juga sebagai model bagi semua
santri/murid-muridnya. Semua santri akan
bangga kalau bisa meniru akhlak, sikap, prilaku dan budi pekerti kyai-nya, baik
ketika berhubungan dengan Tuhan maupun ketika berhubungan dengan masyarakat.
Kyai juga selalu memberi contoh perilaku yang baik kepada semua santrinya.
Apabila sang kyai menyuruh sholat tahajud, maka kyai sendiri juga tampil
didepan memberi tauladan dalam melaksanakan sholat tahajud, sedangkan peran
guru di sekolah dalam hal ini belum bisa karena dibatasi oleh beberapa faktor,
diantaranya keterbatasan keilmuan, waktu dan tempat.
Walaupun guru
di madrasah/sekolah memiliki keterbatasan, tetap harus berusaha semaksimal
mungkin untuk menjadi model idola atau uswatun hasanah dalam sikap, perilaku dan budi
pekerti, baik dalam hubungannya dengan Tuhan maupun dengan masyarakat (hablumminaAllah
wahablumminannas). Begitu juga dengan guru mata pelajaran lain, karyawan
dan TU harus menjadi uswatun hasanah dalam sikap, prilaku dan budi
pekerti yang mencerminkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
mencerminkan karakter budaya bangsa Indonesia.
Berdasarkan
penjelasan diatas sebenarnya guru agama tidak perlu takut akan kehilangan
wilayah garapan, karena pendidikan karakter itu tidak berdiri sendiri sebagai
mata pelajaran akan tetapi menyatu (built up) dengan mata pelajaran lain
yang diwujudkan dalam internalisasi nilai-nilai kebajikan kedalam sikap, watak
dan prilaku semua elemen pendidikan sebagai uswatun hasanah.
Pendidikan karakter yang terintergrasi dalam silabus dan RPP
Bagaimana cara
menyusun silabus dan RPP yang sesuai dengan permendiknas No. 41 Tahun 2007
tentang standar proses dan terintegrasi dengan pendidikan karakter ? cara
mengintegrasikan pendidikan karakter kedalam silabus dan RPP sebenarnya tidak
berbeda dengan silabus dan RPP yang biasa dibuat oleh guru, hanya saja disitu
harus ditambahkan berbagai karakter positif yang harus ditampilkan oleh
pendidik dan peserta didik, sehingga diharapkan nilai-nilai positif tadi dapat
terinternalisasi ke dalam sikap, watak dan prilaku keseharian. Untuk silabus,
karena itu bukan merupakan petunjuk operasional proses pembelajaran diruang
kelas, maka hampir tidak ada perbedaan dengan silabus yang biasa kita susun, akantetapi untuk RPP harus
ditampilkan sikap karakter apa yang harus ditampilkan dalam tujuan dan
langkah-langkah pembelajaran. Untuk lebih jelasnya lihat contoh dibawah ini.
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) 5.1
Sekolah
|
:
|
SMPN I LIMBANGAN
|
Mata Pelajaran
|
:
|
Pendidikan Agama Islam
|
Kelas /Semester
|
:
|
VII/1
|
Standar Kompetensi
|
:
|
5. Memahami
ketentuan – ketentuan thaharah
(bersuci)
|
Alokasi Waktu
|
:
|
2 X 40 menit ( 1 pertemuan)
|
I. Kompetensi
Dasar
5.1. Menjelaskan
ketentuan –ketentuan mandi wajib
II. Indikator
·
Menjelaskan pengertian mandi wajib
·
Menyebutkan hal-hal yang menyebabkan mandi wajib.
·
Menjelaskan tata cara mandi wajib.
·
Mendemonstrasikan mandi wajib.
III. Tujuan Pembelajaran
·
Siswa dapat menjelaskan pengertian mandi wajib dengan penuh percaya
diri
·
Siswa dapat menyebutkan hal-hal yang menyebabkan mandi wajib
dengan Jujur
·
Siswa dapat menjelaskan tata
cara mandi wajib dengan percaya diri
·
Siswa mampu bekerjasma dengan baik dalam mendemonstrasikan
mandi wajib.
IV. Materi Pembelajaran
- Pengertian mandi wajib
- Hal-hal yang menyebabkan mandi wajib
- Tata cara mandi wajib
- Demonstrasi mandi wajib
V. Pendekatan dan Model Pembelajaran
- Konstruksi
- Inquiri
- Masyarakat belajar
- Refleksi
VI. Metode Pembelajaran
- Diskusi
- Tanya jawab
- Tutor sebaya
- Demonstrasi
VII. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan
Pendahuluan
- Berdoa (nilai yang ditanamkan religious)
- Mengecek kehadiran siswa dengan menanyakan siapa yang tidak hadir (nilai yang ditanamkan disiplin)
- Apersepsi : dengan menanyakan kepada siswa, siapa yang sudah pernah haid ? dan siapa yang sudah pernah mimpi basah ?
- Guru memotivasi siswa mengenai pentingnya thaharah terutama mandi wajib.
- Guru memberitahu tujuan dari pembelajaran ini.
Kegiatan
Inti
- Guru membagi siswa menjadi kelompok-kelompok kecil (small group) terdiri dari siswa yang satu jenis.Satu kelompok terdiri dari 3 atau 4 siswa untuk diskusi.
- Tiap kelompok dengan kerja keras menelaah dan menggali lebih dalam mengenai mandi wajib.
- Tiap kelompok dengan kerjasama membuat laporan tentang hasil diskusi kelopoknya.
- Tiap kelompok dengan jujur dan percaya diri mempresentasikan hasil diskusinya didepan kelas.
- Tiap siswa dengan kerjasama berlatih mendemonstrasikan mandi wajib dengan metode tutor sebaya dalam kelompoknya.
Kegiatan
Penutup
- Guru bertanya kepada muridnya, apakah masih ada kesulitan didalam memahami materi tadi.
- Guru bersama siswa melakukan refleksi mengenai kegiatan belajar dalam KD ini. Bermanfaat atau tidak ? Menyenangkan atau tidak ?
- Berdoa (nilai yang ditanamkan religious)
VIII. Sumber Belajar
·
Buku
PAI Kelas VII Penerbit Esis - Erlangga
·
Modul
MGMP PAI SMP
·
Mushaf
Al-Quran
IX. Penilaian
Indikator Pencapaian
|
Teknik Penilaian
|
Bentuk Instrumen
|
Contoh Instrumen
|
· Menjelaskan pengertian mandi wajib
· Menyebutkan hal-hal yang menyebabkan mandi wajib.
· Menjelaskan tata cara mandi wajib.
· Mendemonstrasikan mandi wajib.
|
Tes Tulis
Tes unjuk kerja
Self assessment
|
Tes uraian
Uji petik kerja
Skala Likert
|
1. Jelaskan pengertian mandi wajib !
2. Sebutkan hal-hal yang menyebabkan mandi
wajib !
3. Jelaskan tata cara urutan mandi wajib !
4. Demonstrasikan cara mandi wajib yang benar dihadapan kelompokmu !
Setelah mengikuti pelajaran ini, seberapa
baik kalian dalam beberapa hal berikut ini. Silanglah 1 untuk BELUM BAIK, 2
untuk CUKUP BAIK, 3 untuk BAIK, 4 untuk SANGAT BAIK sesuai dengan diri
kalian.
1. Bekerjasama dengan teman sekelas
1 2
3 4
2. Jujur dan percaya diri dalam
mengemukakan pendapat
1 2 3
4
3. Bekerja keras dalam menelaah
materi
1 2 3
4
4. Menghargai pendapat teman sekelas 1 2
3 4
|
Lampiran
RUBRIK
PENILAIAN
DEMONSTRASI MANDI WAJIB
No
|
Nama Peserta didik
|
Aspek yang dinilai/skor maksimal
|
Jumlah skor
|
||
Melakukan semua rukun
|
Melakukan sunah-suanahnya
|
Dilakukan dengan tertib
|
|||
10
|
5
|
5
|
20
|
||
Limbangan , Juli 2010
Mengetahui Guru
Mapel PAI
Kepala Sekolah
Esti Setyorini, S.Pd Kasan
As'ari S.PdI
NIP. 131783759
* Penulis adalah Guru PAI SMP 1 Limbangan Kab.
Kendal (tulisan ini juga dikirim via e-mail)
Identitas Penulis
Nama :
Kasan As’ari
Alamat :
Gading Kidul RT 01/05 Desa Purwogondo Kec. Boja Kab. Kendal
Pekerjaan : Guru
PAI SMP 1 Limbangan
No. HP : 085225506554
Saat ini sedang menempuh S2 di STAIN Surakarta dengan beasiswa
DITPAIS Kemenag RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar