ISLAM DAN BARAT : AKOMODASI DAN
KONFLIK
(Oleh : Kasan
As’ari)
A. PENDAHULUAN
Hubungan Islam
dengan Barat dalam sejarah panjangnya diwarnai dengan fenomena kerjasama dan
konflik. Kerjasama Islam dan Barat paling tidak ditandai dengan proses
modernisasi dunia Islam yang sedikit banyak telah merubah wajah tradisional Islam
menjadi lebih adaptatif terhadap modernitas. Akan tetapi sejak abad ke-19, gema
yang menonjol dalam relasi antara Islam dan Barat adalah konflik. Ketimbang
memunculkan kemitraan, relasi Islam dan Barat menggambarkan
dominasi-subordinasi.[1]
Pasang
surut hubungan Islam dan Barat adalah fenomena sejarah yang perlu diletakkan
dalam kerangka kajian kritis historis untuk mencari sebab-sebab pasang surut
hubungan itu dan secepatnya dicari solusi yang tepat untuk membangun hubungan
tanpa dominasi dan konflik di masa-masa mendatang. Barat selama ini dicurigai sebagai pihak yang telah
memaksakan agenda-agenda “pem-Baratan” di
dunia Islam dalam rangka mengukuhkan hegemoni globalnya. Dampak yang
ditimbulkan dari hegemoni global Barat adalah semakin terpinggirkannya peran
ekonomi, politik, sosial dan budaya Islam dalam panggung sejarah peradaban
dunia.[2]
Tidak hanya itu, Islam semakin tersudut dengan berbagai cap yang dilontarkan Barat terhadap Islam, mulai dari cap fundamentalis sampai teroris. Tentunya berbagai cap itu terselubung kepentingan tingkat tinggi (high interest) untuk membuat semakin terpojoknya Islam sehingga mudah untuk dijinakkan lagi demi kepentingan globalnya. Hal ini nampak jelas sekali setelah berakhirnya abad perang dingin yang kemudian disusul dengan peristiwa WTC 11 September 2001 yang merupakan simbol kekuasaan Amerika Serikat dalam bidang ekonomi (kapitalisme) dan Pertahanan (militer). Akibat peristiwa tersebut semakin meneguhkan prediksi dan analisa Huntington tentang benturan peradaban, yaitu antara Barat Versus Islam.
Dampak dari peristiwa tersebut nampak jelas sekali, ketika
Amerika dan sekutunya dengan gencarnya men-kampanye-kan perang melawan
terorisme yang dalam hal ini bidikannya adalah negara-negara yang notabene Islam
(Afganistan dan Irak), bahkan ada prediksi kerusuhan dan revolusi di negara Islam
belakang ini (Tunisia, Sudan dan Mesir) juga merupakan campur tangan Barat
dalam usahanya menghancurkan negara-negara Islam, sehingga umat Islam yang
selama ini tenang dan agak mereda pandangan negartifnya terhadap Barat atau
mulai bersahabat dengan Barat, teringat
akan luka lama, yaitu kekejamaan dunia Barat yang telah menjajah ratusan tahun
dan ingin menghancurkan peradaban Islam melalui ekspansi besar-besaran pada
abad ke 13 sampai dengan abad ke 19.[3]
Islam dan Barat (Kristen dan Yahudi) sebenarnya adalah agama
yang diharapkan bisa membawa tatanan dunia baru yang berkeadilan sosial dan
sejahtera, tentunya apabila penganut agama ini menyadari sepenuhnya bahwa misi
agama ini adalah untuk menyebarkan kasih sayang (rahmatan lil alamain)
bagi seluruh makhluk yang ada dimuka bumi. Hal ini harus disadari sepenuhnya
karena pada dasarnya ketiga agama ini memiliki banyak kesamaan yaitu[4]
:
1.
Sama-sama ahli kitab
2.
Sama-sama agama monoteisme
3.
Sama-sama memepercayai adanya hari
pembalasan atau akherat
4.
Sama-sama mengajarkan perbuatan
penghormatan kepada orang lain dan orang tua.
Untuk mewujudkan kedamaian dan meminimalisir konflik antara Islam
dan Barat perlua adanya dialog. Islam dan dunia Barat punya andil yang sama
atas terjadinya benturan peradaban atau berhasilnya dialog. Untuk dialog,
dibutuhkan keterbukaan dari masing-masing pihak menerima perbedaan. Sebab, tak
ada hak bagi Barat memaksa Islam menerima sesuatu dari pengalaman Barat, begitu
juga sebaliknya.
Makalah ini berusaha mengeksplorasi dan menganalisis akar
masalah konflik Islam dan Barat serta akomodasi yang telah dilakukan oleh umat Islam
akan kemajuan yang terjadi di dunia Barat.
B. Pandangan Barat terhadap Islam
Sebagian orang
Barat menganggap bahwa mereka tidak mempunyai masalah dengan Islam, akantetapi
mereka memiliki masalah dengan kelompok Islam yang ekstrimis, fundamentalis dan
teroris. Selama empat ratus tahun , sejarah menunjukan hal yang sebaliknya .
Hubungan antara Islam dengan kristen, baik ortodoks maupun Barat seringkali
dipenuhi ketgangan. Keduanya berkukuh dengan prinsip masing-masing.[5]
Banyak orang Barat
belum pernah menapakkan kaki di negeri Arab atau dunia Islam tetapi mereka
mendapat kesan tentang Islam dan Muslim melalui media masa saja, atau melalui
hubungan langsung dengan berbagai macam kelompok pendatang Muslim yang tinggal
di negeri mereka. Sebagai contoh kelompok
pendatang Muslim Maroko di Belanda, pendatang Muslim Aljazair di
Perancis, pendatang Muslim Pakistan dan India di Inggris, dan pendatang Muslim Turki di Jerman. Atau mereka
mendapatkan pengetahuan tentang Islam melalui kejadian-kejadian ekstrem seperti
serangan teroris tanggal 11 September di Amerika Serikat, atau
kejadian-kejadian di tempat lain. Pengalaman dan kesan dari kejadian-kejadian
tersebut sering mengarah pada negatif dibanding positif. Dan sering kali
bukanlah Islam yang dipahami, tetapi lebih pada perilaku Muslim yang dibiaskan
sebagai gambaran Islam karena mereka bertindak “atas nama Islam” tetapi
sesungguhnya mereka sama sekali tidak mewakili mayoritas Muslim.[6]
Pandangan Islam
di kalangan masyarakat umum di Eropa,
atau Barat pada umumnya, sekarang ini lebih sering dibentuk oleh peristiwa yang
terjadi di dekat rumah atau tetangga,dibanding dengan perkembangan
negara-negara Muslim yang nun jauh di sana. Di Eropa pandangan terhadap Muslim
dan Islam pada masa lalu sangat dipengaruhi oleh pemikiran lekat yang disarikan
dari konflik para penguasa Kristen dan Islam di abad pertengahan.[7]
Menurut
Charles salah pengertian ini timbul karena kita (Barat) tidak bisa memahami
bagaimana orang lain (Islam) melihat dunia, sejarahnya, dan peran kita
masing-masing didalamnya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan kelanggengan
kesalahpahaman tersebut diantaranya :[8]
1.
Perang salib, di sekolah-sekolah Barat perang salib diajarkan sebagai
sejarah yang penuh dengan perbuatan heroik dan kesatria dalam merebut Yerusalem
dari muslim.
2.
Barat melihat Islam sebagai ancaman karena sejarah abad pertengahan, Islam
adalah sebagai penjajah militer.
3.
Barat menganggap bahwa kelompok-kelompok Islam fundamental sebagai
penghambat modernisasi yaitu sebagai sumber intoleransi, ekstrimisme, dan
terorisme. Kelompok fundamental ini yang dianggap Barat sebagai penghalang
modernitas dan cita-cita demokrasi, pluralisme dan penegakan hak azazi manusia.
C. Pandangan Islam terhadap Barat
Kalau Barat memandang Islam
tidak secara utuh, alias sepotong-sepotong dan suka mengeneralisir umat Islam
sebagai kelompok yang kolot, intoleransi, ekstrimis dan pandangan stereotip
negatif lainnya, padahal itu bukan mayoritas muslim melainkan hanya sekelompok
saja, maka Islampun memandang Barat seperti sekeping mata uang, yang memiliki
dua sisi yang berbeda. Satu sisi Barat dianggap peluang dengan modernitasnya
yang menjanjikan kemajuan peradaban umat manusia, ilmu pengetahuan, teknologi
dan sebagainya, akantetapi, disisi lainnya Barat juga tetap dianggap sebagai
tantangan dan musuh, umat Islam tetap menaruh kecurigaan terhadap proyek-proyek
Barat yang sering menerapkan standar ganda dalam politiknya.
Hal tersebut menurut Charles
juga dilatar belakangi ketidak jujuran kita didalam membaca dan mengajarkan
sejarah, sehingga kebencian terhadap suatu kaum atau bangsa itu terus
berlangsung, karena disampaikan dengan cara yang salah diantaranya:[9]
1.
Kalau Barat menganggap perang salib adalah perang suci yang penuh dengan
kisah-kisah para kesatria yang heroik, maka Islam justru menganggap bahwa
perang salib itu adalah babak yang penuh dengan kekejaman dan perampasan yang
biadab oleh para serdadu-serdadu dan tentara bayaran kaum kafir Barat.
2.
Bagi umat Islam tahun 1492 M, adalah tahun penuh bencana, karena pada tahun
itu Granada jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella yang merupakan perpanjangan
tangan dari Barat setelah 800 tahun dikuasai Islam.
3.
Pada abad ke 13 sampai dengan abad ke 19, bangsa-bangsa Barat adalah bangsa
yang haus akan kekuasaan dan kekayaan, harta benda dan minyak. Merekalah sumber
kekacauan dan kehancuran sebagian besar negara Islam.
4.
Umat Islam menganggap orang-orang Barat adalah orang kafir, yang dikutuk
dan dilaknat oleh Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak beragama, karena
agama mereka adalah uang dan minyak.
D. Konflik antara Islam dan Barat
Jika memang konsepsi agama, paling tidak
agama Islam, bukanlah alasan dan
sebab utama yang memicu konflik antar umat
Islam dan Kristen (serta umat
beragama lain). Sejumlah kajian dan penelitian menjelaskan bahwa titik
persoalan sebenarnya terletak
pada faktor internal
dan eksternal umat.
Tidak hanya di negara-negara yang penduduknya minoritas Muslim (misalnya: Filipina), bahkan di negara
yang mayoritas penduduknya
Muslim seperti Indonesia
gerakan puritanisasi dan revitalisasi
Islam harus “berhadapan”
dengan peradaban global yang sekuler, kapitalistis, dan
bersemangat hedonistis. Politik Islam negara-negara Barat yang
berabad-abad menekan aspirasi
umat, yang kemudian
disusul oleh upaya pembangunan
di masing-masing negara
dengan patron mengikuti
Barat yang pernah menjajahnya
membuat peran umat
ini (Muslim) semakin
lama semakin berkurang. Marginalisasi
peran politik, ekonomi
dan kebudayaan, menyebabkan kaum
muslim mengalami disposisi dan disorientasi.
Secara internal,
kaum muslim masih
berkutat dengan kemiskinan, keterbelakangan dan
ketertinggalan. Kondisi ini diperparah
oleh adanya penyakit “Islamofobia”
(takut kepada Islam)
yang ironisnya, tidak
hanya pada umat Kristen, tapi juga menjangkiti sebagian
cendekiawan muslim. Menggunakan
istilah Arnold Toynbee,
boleh jadi, mereka
adalah kelompok creative
minorities yang bekerja keras untuk melahirkan satu peradaban baru dari
reruntuhan peradaban kontemporer yang rapuh. Sehingga, seandainya pun terjadi benturan dan
konflik, kebanyakan pada
tataran ideologis, diantara
“mereka” dengan rezim yang
berkuasa dan kelompok-kelompok penentangnya.
Konflik antar umat Islam dan Kristen sendiri, kebanyakan adalah kompleksitas persoalan-persoalan sosial,
ekonomi, politik, yang oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab-dilegitimasi karena
“perbedaan konsepsi keagamaan”.
Konflik antara umat beragama,
dalam hal ini Islam dan Kristen, dalam berbagai kasus, tidaklah disebabkan
karena perbedaan konsepsi
diantara dua agama
besar ini. Itu
lebih merupakan asumsi yang
tendensius, yang disengaja
atau tidak, berupaya “mengaburkan” peran
agama dalam membentuk
peradaban baru yang
lebih progressif. Dia lebih
menonjolkan “wajah muram”
agama-agama di tengah umatnya, sehingga
agama tidak ubahnya
seperti tembok yang
memisahkan manusia dengan manusia
dari kepercayaan yang
berbeda, sekaligus
menumbuhsuburkan sikap kebencian dan permusuhan diantara pemeluk agama. [10]
Ada beberapa analisis tentang
akar konflik antara Islam dengan Barat (Kristen) pada umumnya yaitu : [11]
1.
Pandangan awal orang Kristen mengenai Islam yang diturunkan dari konstruksi
Al Kitab, diantaranya dalam surat Kejadian pasal 21 ayat 12 :
“Janganlah sebal hatimu karena hal anak dan budakmu itu;
dalam segala yang dikatakan Sarah kepadamu, haruslah engkau mendengarkannya
sebab yang akan disebut keturunanmu ialah yang berasal dari Ishak. (Kej. 21 :
12)
Mitos dan evangalisme misionaris menjadi cara utama bagi
diskursus resmi gereja mengenai Islam.
2.
Islam dipandang sebagai penyimpangan atau bid’ah dari Kristen.
Yohanes, seorang teolog Kristen pertama yang serius
memperhatikan Islam menulis bahwa Islam mempercayai Tuhan, tetapi menolak keb
enaran pokok tertentu dalam Kristen, dan karena penolakan itu, maka kesluruhan
doktrin agama itu menjadi tidak bermakna.
Polemik imni muncul pada masa awal Islam dan terus
berlangsung hingga bersamaan denan makin meluasnya kekhalifahan Islam ke
Suriah, Yerussalem dan Mesir di Timur, dan Afrika Utara, Spanyol serta Sicilia
di Barat.
3.
Citra buruk Islam sepanjang perang salib dalam pandangan Barat sedikitnya
ada 4 hal, yaitu :
a.
Muhammad sebagai anti-Kristus
b.
Islam adalah agama palsu dan pemutarbalikan kebenaran
c.
Islam adalah agama kekerasan
d.
Islam adalah agama pemuasan kenikmatan diri, terutama kepuasaan seksual.
4.
Politik standar ganda yang diterapkan Barat atas negara-negara Islam.[12]
5.
Dominasi media Barat yang tidak Netral[13]
E. Akomodasi Islam dan Barat
Menurut Muhammad Abduh, ada dua
hal yang harus ditonjolkan pada pemikiran Islam, yaitu:[14]
1.
Penegasan bahwa Islam adalah agama dan ideologi yang sebenarnya sudah
menyediakan apapun kebutuhan dunia modern,
2.
Bahwa apapun yang baik dari dunia modern yang belum ada di dalam Islam adalah tidak bertentangan dengan Islam.
Orang-orang Islam harus jujur
mengakui bahwa, selain menentang kemajuan Barat, Islam juga berusaha
meng-adopsi ide-ide serta teknik Barat. Dari sekian banyak adopsi ide-ide dan
teknik Barat adalah nasionalisme, demokratisasi, Industrialisasi, militer, Pendidikan,
sains dan teknologi.[15]
Ide Nasionalisme telah membawa
perubahan besar pada negara-negara Islam, terutama pada negara Islam yang
sedang di jajah oleh Barat seperti Mesir, Maroko, Sudan dll. Muhammad Abduh
(1849-1905) adalah orang yang sangat berjasa dalam menggelorakan semangat
nasionalisme arab yang kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya
diantaranya, Jamaludin Al AfGahani
(1839-1897), Qasim Amin (w. 1908) dan Muhammad Rasyid Ridha (w. 1935).
Nasionalisme Arab berangkat
dari dasar yang luas-dengan tesis bahwa semua orang yang berbicara dengan
bahasa arab adalah satu bangsa. Akibat semangat nasionalisme ini negara-negara
arab mampu dan mau berjuang melawan kekuatan asing, menentang feodalisme pribumi dan
kesewenang-wenangan.[16]
Demokratisasi yang mengusung
tema kesataraan hak dan kewajiban setiap warga negara telah membawa perubahan
besar pada negara-negara Islam. Pada saat Barat belum sepenuhnya bisa
melaksanakan demokrasi, negara-negara Islam telah mendahuluinya. Tampilnya
Benazir Butho dan Gazhelda sebagai presiden perempuan didalam negara yang
mayoritas penduduknya muslim adalah suatu lompatan besar didalam kehidupan
berdemokrasi karena di Eropa dan Amerika Serikat belum pernah ada presiden
wanita. Justru di dua negara yang giat menkampanyekan demokrasi ini, peta
politik masih sangat bersifat patriakal.[17]
Dalam bidang Industrialisasi,
pada tahun 1720, Celebi Mahmud diutus ke Paris sebagai Duta untuk mengunjungi
pabrik-pabrik dan institusi-institusi lainnya di kota itu. Mehmed menuangkan laporannya ke dalam sefaretname.
Laporan tersebut kemudian menginspirasi pembaharuan kerajaan Utsmani. Di dunia
non-militer, usaha pembaharuan dilakukan oleh Ibrahim Mutafarrika (1670-1754)
dengan memperkenalkan ilmu-ilmu pengetahuan modern dan kemajuan Barat.[18]
Pada tahun (1807-1839)
akomodasi sistem pendidikan Barat dilakukan oleh Sultan Mahmud II dari Turki Usmani dengan
mendirikan sekolah-sekolah model Barat dan mengirim siswa -siswa ke Eropa untuk
memperdalam ilmu pengetahuan dan teknologi modern langsung dari sumbernya.[19]
Namun reaksi umat Islam dalam
menghadapi dominasi peradaban dan budaya Barat bermacam-macam. Bila dipetakan
sekurang-kurangnya ada empat jenis, diantaranya :[20]
1.
Pihak yang menceburkan diri langsung ke dunia Barat.
2.
Pihak yang menentang setiap bentuk kehidupan yang berbau Barat.
3.
Pihak yang mengadaptasi Islam dan Barat.
4.
Pihak yang berusaha melakukan pembaharuan atau reformasi pemikiran terhadap
ajaran Islam.
F.
Kesimpulan dan Penutup
Berdasarkan uraian diatas maka
dapat disimpulkan bahwa hubungan antara Islam dan Barat telah mengalami pasang
surut. Akan tetapi hubungan tersebut lebih sering mengalami ketegangan dan
terjadi salah-faham dikarenakan beberapa faktor diantaranya :
1.
Perang salib, di sekolah-sekolah Barat perang salib diajarkan sebagai
sejarah yang penuh dengan perbuatan heroik dan kesatria dalam merebut Yerusalem
dari muslim.
2.
Barat melihat Islam sebagai ancaman karena sejarah abad pertengahan, Islam
adalah sebagai penjajah militer.
3.
Barat menganggap bahwa kelompok-kelompok Islam fundamental sebagai
penghambat modernisasi yaitu sebagai sumber intoleransi, ekstrimisme, dan
terorisme.
Sedangkan dari
pihak Islam juga ada salah faham dalam memandang Barat dengan penuh kecurigaan,
diantaranya :
1.
Islam menganggap bahwa perang salib itu adalah babak yang penuh dengan
kekejaman dan perampasan yang biadab oleh para serdadu-serdadu dan tentara
bayaran kaum kafir Barat.
2.
Bagi umat Islam tahun 1492 M, adalah tahun penuh bencana, karena pada tahun
itu Granada jatuh ketangan Ferdinand dan Isabella yang merupakan perpanjangan
tangan dari Barat setelah 800 tahun dikuasai Islam.
3.
Pada abad ke 13 sampai dengan abad ke 19, bangsa-bangsa Barat adalah bangsa
yang haus akan kekuasaan dan kekayaan, harta benda dan minyak. Merekalah sumber
kekacauan dan kehancuran sebagian besar negara Islam.
4.
Umat Islam menganggap orang-orang Barat adalah orang kafir, yang dikutuk
dan dilaknat oleh Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang tidak beragama, karena
agama mereka adalah uang dan minyak.
Ada beberapa analisis tentang
akar konflik antara Islam dengan Barat (Kristen) pada umumnya yaitu : [21]
1.
Pandangan awal orang Kristen mengenai Islam yang diturunkan dari konstruksi
Al Kitab, diantaranya dalam surat Kejadian pasal 21 ayat 12,
Mitos dan evangalisme misionaris menjadi cara utama bagi
diskursus resmi gereja mengenai Islam.
2.
Islam dipandang sebagai penyimpangan atau bid’ah dari Kristen.
3.
Citra buruk Islam sepanjang perang salib dalam pandangan Barat sedikitnya
ada 4 hal, yaitu :
e.
Muhammad sebagai anti-Kristus
f.
Islam adalah agama palsu dan pemutarbalikan kebenaran
g.
Islam adalah agama kekerasan
h.
Islam adalah agama pemuasan kenikmatan diri, terutama kepuasaan seksual.
4.
Politik standar ganda yang diterapkan Barat atas negara-negara Islam
5.
Dominasi media Barat yang tidak Netral
Bentuk akomodasi islam terhadap
barat adalah nasionalisme, demokratisasi, Industrialisasi, militer, Pendidikan,
sains dan teknologi.
Demikian makalah ini kami
susun, demi perbaikan mutu pendidikan Indonesia, kritik dan saran yang
membangun sangat kami harapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik (Editor). Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam.Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve. 2002.
Ahmad, Akbar s., Rekonstruksi sejarah Islam, Ditengah
Pluralitas Agama dan Peradaban, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002
Andito (editor), Atas
Nama Agama, : Wacana Agama Dalam Dialog "Bebas"
Konflik, Yogyakarta: Pustaka Hidayah, 1998.
Bellah, Robert N, Beyond Belief, Esei-esei tentang
Agama di Dunia Modern, Menemukan kembali Agama,Jakarta: Paramadina, 2000
Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan
sejarah, Malang: UIN-Malang Press, 2008
Hitti, Philip K., history
of the Arab, From the Earliest Times time to the Present, Terjemah. R.
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi.Jakarta: PT. Serambi Alam Semesta,
2010
http://uin-suska.ac.id/ushuluddin/attachments/074_KONFLIK%20ISLAM%20_
Tarpin,%20M.Ag_.pdf, di unduh pada hari Selasa, 8 Februari 2011, jam 12.30 WIB
http://www.d.shvoong.com/humanities/religion-studies/2098662-hegemoni-Barat-dan-respon-Islam/
Huntington, Samuel P., The Clash of Civilizations and
Remaking of Word Order, Terj. M. Sadat Ismail .Yogyakarta: Qalam, 2000.
Husaini, Adian. Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni
Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. Jakarta: Gema Insani Press, 2005
Lapidus, Ira M. Sejarah sosial Umat Islam, Bagian ke-3,
Terj. Ghufron M. Mas’udi.Jakarta: Raja grafindo, 2000
Nugroho, Anjar dalam
http://www.d.shvoong.com/humanities/religion-studies/2098662-hegemoni-Barat-dan-respon-Islam/
Sholeh, Khudori, Pemikiran Islam Kontemporer,Yogyakarta:
Jendela, 2003
[1]Anjar Nugroho dalam http://www.d.shvoong.com/humanities/religion-studies/2098662-hegemoni-Barat-dan-respon-Islam/
[2] Pangeran Charles, Islam dan Barat, dalam Atas
Nama Agama, :
Wacana Agama Dalam Dialog "Bebas" Konflik,
(Yogyakarta: Pustaka Hidayah, 1998) hlm. 181, menurut Charles, Barat seringkali
terjebak menjadi sombong dan merancaukan pengertian modernitas, yaitu
modernitas sebagai perubahan kearah seperti yang mereka inginkan yaitu sesuai
atau mirip dengan Barat, dan hal ini sangat arogan karena tidak ada penghargaan
terhadap norma dan tata nilai yang telah ada di Masyarakat muslim dan telah
membudaya secara turun temurun.
[3] Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni
Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal. (Jakarta: Gema Insani Press, 2005)
hlm.131-133
[5] Samuel P. Huntington, The Clash of Civilizations and
Remaking of Word Order, Terj. M. Sadat Ismail (Yogyakarta: Qalam, 2000)
hlm. 390
[7] Nicholaos Van dam dalam http://www.nikolaosvandam.com/ pdf/article/ 20091029nvdamarticle01id.pdf
di Unduh pada hari Selasa, 08 Februari 2011, Jam 12.00 WIB, Bandingkan dengan
pendapatnya Pangeran Charles, Islam dan Barat,....hlm. 180
[10] http://uin-suska.ac.id/ushuluddin/attachments/074_KONFLIK%20ISLAM%20_ Tarpin,%20M.Ag_.pdf, di unduh pada hari Selasa, 8
Februari 2011, jam 12.30 WIB
[11] Taufik Abdullah (Editor). Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam.(Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve. 2002), hlm. 236-238
[13] Akbar s. Ahmad, Rekonstruksi sejarah Islam, Ditengah
Pluralitas Agama dan Peradaban, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002),
hlm. 343-359. Lihat juga pada, Khudori Sholeh, Pemikiran Islam Kontemporer, (Yogyakarta:
Jendela, 2003), hlm. 59-60
[14] Robert N Bellah, Beyond Belief, Esei-esei tentang
Agama di Dunia Modern, Menemukan kembali Agama, (Jakarta: Paramadina,
2000), hlm. 225
[15] Philip K. Hitti, history of the Arab, From the
Earliest Times time to the Present, Terjemah. R. Cecep Lukman Yasin dan
Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: PT. Serambi Alam Semesta, 2010), hlm. 965-967,
Lihat juga Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan sejarah, (Malang:
UIN-Malang Press, 2008), hlm. 241-242
[19] Fadil SJ, Pasang surut Peradaban...hlm. 246, Lihat
juga Ira M. Lapidus, Sejarah sosial Umat Islam, Bagian ke-3, Terj.
Ghufron M. Mas’udi(Jakarta: Raja grafindo, 2000), hlm. 141-143
[21] Taufik Abdullah (Editor). Ensiklopedi Tematis
Dunia Islam.(Jakarta: PT. Ichtiar Van Hoeve. 2002), hlm. 236-238
1 komentar:
Mohon izin mengambil materi.
Posting Komentar