Rabu, 24 Oktober 2012

ALANGKAH INDAH PERBEDAAN


Oleh : Kasan As’ari (Kendal, 18, November 2010)

Sudah beberapa kali masyarkat muslim indonesia mengalami dua hari raya yang berbeda, walaupun sebenarnya kadang juga tiga, akan tetapi yang nampak kepermukaan hanya dua karena masyarakat muslim indonesia mayoritas berafiliasi ke dua organisasi keagamaan besar yaitu Nahdlotul ‘Ulama dan Muhammadiyah, baik secara kultural maupun struktural. Begitu juga pada hari raya idul Adha kali ini masyarakat muslim indonesia juga merayakan hari raya dua kali di hari yang berbeda.

Masyarakat kita sekarang sudah menyadari dan menikmati arti sebuah perbedaan, hampir tidak terdengar konflik atau gontok-gontokan mengenai perbedaan hari raya ini. Hal ini disebabkan masyarakat sudah lebih dewasa dalam mensikapi perbedaan dibandingkan 15 tahun yang lalu, saat awal-awal ada perbedaan hari raya Idul fitri ditengah masyarakat muslim Indonesia. Pada saat itu perbedaan memang masih merupakan sesuatu yang tabu dalam masyarakat muslim indonesia, apalagi mengenai hari raya yang merupakan kegiatan ibadah dan masih merupakan satu rangkaian dengan ibadah lainnya. Pada saat itu pemerintah sampai melarang takbir keliling karena sering ada kasus diserang atau dicegat oleh sekelompok orang yang berbeda pandangan dalam merayakan hari raya.

Ikhtilafu ummati ni’mah, begitu bunyi salah satu matan hadits nabi yang berarti bahwa perbedaan pada umatku adalah nikmat. Perbedaan ini akan menjadi nikmat, jika kita bisa mensikapi, perbedaan itu akan menjadi indah apabila kita bisa saling mengisi dan perbedaan itu akan menjadi wahana kasih sayang apabila kita bisa saling memahami, bahwa sesungguhnya perbedaan itu adalah kodrat dan iradat Allah atas makhluknya. Kita boleh saja menganggap diri kita benar berdasarkan dalil ini dan itu, akantetapi jangan sampai kita menganggap saudara kita salah, karena saudara kita juga punya dasar ini dan itu, yang sumbernya juga sama yaitu dari Allah SWT. Sebaliknya kita tidak boleh menganggap diri kita adalah makhluk yang paling benar, karena pada hakikatnya apabila kita menganggap diri kita adalah yang paling benar berarti kita menyerobot wilayah kedudukan Kholik (sang pencipta) yaitu Allah, dalam hati kita telah dihinggapi suatu penyakit hati yaitu takabur (sombong) dengan mengangungkan diri dan membusungkan dada mengatakan yang paling benar adalah saya, dan yang lainnya salah, bukankah kita semua tahu, Bahwa yang paling benar adalah Allah, baik didunia maupun diakhirat. Kita itu sebagai makhluk hanya berusaha menafsirkan kebenaran yang datangnya dari Allah, dan hasil penafsiran kita belum tentu benar. Kita tidak boleh menganggap diri kita yang telah diberi otoritas oleh Tuhan untuk menjustifikasi dan menafsirkan kebenaran dari Tuhan dan orang lain tidak, bukankah kita dilahirkan kedunia ini telah diberi kemerdekaan yang sama oleh Tuhan dan memiliki potensi yang sama dalam menafsirkan kebenaran yang datangnya dari Tuhan. Wallahu ‘alamu bi Showab

Tidak ada komentar: